Beranda | Artikel
Menanamkan Akhlak Mulia Pada Anak
Selasa, 1 September 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Menanamkan Akhlak Mulia Pada Anak merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Mencetak Generasi Rabbani. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 13 Muharram 1442 H / 01 September 2020 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Menanamkan Akhlak Mulia Pada Anak

Setelah kita menanamkan iman dan ihsan dan hal-hal yang berkaitan dengannya, maka selanjutnya kita akan membahas penanaman akhlak mulia pada anak.

Tentunya kita akan senang melihat seorang anak yang lembut tutur katanya, sopan perilakunya dan juga menyenangkan akhlak dan tabiatnya. Anak yang berakhlak seperti ini tentunya akan membuat senang siapapun yang berjumpa dengannya. Dan tentunya kita ingin anak kita menjadi anak yang berakhlak mulia. Salah satu tujuan pendidikan adalah mendidik anak ini agar memiliki akhlak-akhlak yang terpuji. Dan ini merupakan bagian yang tidak akan bisa terpisah dari Dinul Islam. Nabi kita bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Bukhari)

Dan juga salah satu tujuan dari pendidikan itu adalah menanamkan akhlak mulia ini. Yang mana kita harapkan lembaga-lembaga pendidikan serius dan sungguh-sungguh untuk menanamkan materi akhlak ini pada anak. Jangan dipandang sebelah mata, perkara akhlak adalah perkara yang sangat fundamental. Untuk apa anak ini cerdas akalnya, pintar dan punya banyak keterampilan tetapi akhlaknya buruk? Tentunya ini sesuatu yang tidak kita harapkan. Tapi sungguh sangat disayangkan pada hari ini justru pendidikan akhlak inilah yang nyaris hilang dari lembaga-lembaga kita.

Pendidikkan akhlak seolah-olah hilang ditelan bumi, tidak lagi merupakan sesuatu yang perlu dan penting di sekolah. Mungkin karena materi akhlak bukanlah sesuatu yang diujikan di ujian nasional sehingga mungkin tidak ada nilainya dan dianggap berakhlak mulia itu bukan prestasi. Sehingga ini dipandang sebelah mata oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan, mulai dari pemilik yayasan atau pengelola pendidikan sampai kepada guru dan murid juga memandang hal yang sama. Bahkan ini dianggap menjadi sesuatu yang dikatakan diluar pendidikan.

Banyak sekolah yang menjadikan pendidikan akhlak ini sebagai ekstrakurikuler. Saya pernah diundang ke sebuah sekolah untuk suatu acara ekstrakurikuler, tabligh akbar, dauroh untuk para murid, diminta untuk mengisi materi akhlak. Lalu saya tanya kenapa akhlak? Bukankah ini suatu hal yang mungkin sudah dipelajari setiap hari? Jawabannya sangat mengenaskan, mereka mengatakan bahwa tidak ada, pada kesempatan dauroh inilah mereka gunakan untuk menanam pendidikan akhlak. Bayangkan, banyak sekali kegiatannya. Dan kadang-kadang kegiatan itu menggunakan biaya yang besar, tapi untuk akhlak tidak ada. Akhlak tidak menjadi sesuatu yang disebut di dalam brosur pendidikan hari ini.

Mungkin juga karena pihak sekolah bingung terkait pendidikan akhlak, apa yang sebenar harus diajarkan? Bagaimana cara mengajarkannya?

Itu di sekolah. Adapun di rumah mungkin juga hampir sama. Para orang tua hari ini mungkin juga bingung ataupun tidak tahu bagaimana cara untuk menanamkan akhlak mulia pada anak. Lebih-lebih lagi di zaman medsos hari ini.

Kedudukan Akhlak dan Adab

Maka kita harus tahu bagaimana kedudukan akhlak dan adab ini di dalam pendidikan Islam dan di dalam proses thalabul ilmi (menuntut ilmu). Kita lihat majelis-majelis ta’lim ramai hari ini. Akan tetapi masalah akhlak tetap menjadi masalah utama, akhlak tetap menjadi suatu yang dipertanyakan didalam materi-materi dauroh. Bahkan kalau ada sesi tanya jawab, dikirimlah ke depan lembaran-lembaran kertas pertanyaan yang isinya tentang akhlak. Padahal akhlak ini harus hadir di semua sendi kehidupan manusia, dalam agama, dunia dan apapun urusannya, akhlak ini harus ada.

Lihat juga: Pengertian Akhlak, Macam-Macam Akhlak dan Dalil Tentang Akhlak

Maka dari itu dahulu Abdullah bin Mubarak berkata:

تعلمنا الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين

“Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”

Dari 50 tahun Abdullah bin Mubarak menuntut ilmu, 30 tahun dipakai untuk belajar adab, sisanya untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Demikian juga Muhammad bin Sirin mengatakan:

كانوا يتعلمون الهديَ كما يتعلمون العلم

“Mereka (para salaf) dahulu mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu.”

Jadi sesuatu yang penting dalam proses menuntut ilmu yang mereka lakukan. Jadi hal ini tidak bisa dilepaskan dari seorang penuntut ilmu. Lebih-lebih anak didik kita, pelajaran adab dan akhlak ini adalah sesuatu yang harus ada setiap hari. Karena ini adalah bentuk penanaman, yaitu menanamkan akhlak atau menyemai akhlak mulia. Hal itu perlu proses yang terus-menerus, tidak bisa sepotong-sepotong. Karena kita ingin menanamkan sesuatu pada dirinya. Ada pepatah mengatakan “alah bisa karena biasa,” akhlak juga pembiasaan. Karena sesuatu yang akan kita tanamkan dan menjadi sesuatu yang tercetak pada dirinya, muncul secara spontan, merupakan satu refleksi dirinya, tidak sesuatu yang dibuat-buat atau yang direkayasa atau diada-adakan.

Oleh karena itu ini adalah suatu perkara yang penting untuk ditanamkan kepada anak sejak dini. Seperti kata Ibnul Qayyim bahwa anak itu tumbuh dari apa yang dibiasakan oleh pendidiknya, yaitu orang tua dan gurunya. Maka pendidikan akhlak ini adalah pendidikan yang boleh kita katakan 24 jam, 7 hari dalam sepekan, 30 hari dalam sebulan, 12 bulan dalam setahun. Yaitu setiap saat tidak bisa lepas dari kehidupan kita.

Pelajaran akhlak adalah pelajaran yang tidak ada tamatnya. Adapun pelajaran yang lain mungkin kita bisa berhenti. Misalnya kita belajar fiqih, cukup sampai disini dulu, itu bisa. Misalnya kita belajar hadits, cukup sampai di sini dulu, perkara-perkara penting sudah saya pelajari, itu bisa. Tapi akhlak tidak bisa kita katakan: “Akhlak saya cukup sampai di sini,” ini tidak bisa. Pelajaran akhlak ini tidak bisa kita hentikan. Dan itu adalah proses yang harus berjalan sepanjang kehidupan kita, sepanjang hayat dikandung badan.

Demikian juga anak-anak kita, mereka perlu sentuhan akhlak ini dalam kehidupan mereka. Kalau kita bicara akhlak, tentu ini tidak lepas dari keteladanan. Karena yang namanya akhlak itu adalah keteladanan. Akhlak tidak bisa diteorikan sebenarnya. Dan tidak ada definisi yang bisa membatasi akhlak. Makanya ketika kita belajar akhlak seperti yang kita pelajari di dalam ensiklopedi akhlak salaf, para ulama ketika mendefinisikan akhlak, mereka tidak bisa mendefinisikannya atau membatasinya dengan kata-kata. Yang mereka sebutkan hanyalah contoh-contoh. Dan tentunya tidak semua, banyak sekali akhlak-akhlak mulia itu. Itulah akhlak.

Kalau kita buka buku-buku para ulama yang berbicara tentang akhlak, tidak ada definisi akhlak yang bisa dirangkum dengan kata-kata. Kata-kata tidak mampu untuk merangkumnya. Para ulama menyebut sebagian kecil dari contoh-contoh akhlak mulia. Karena memang akhlak itu adalah contoh, akhlak itu adalah keteladanan, akhlak adalah sesuatu yang dilihat, dirasa dan  disaksikan. Akhlak bukan sesuatu yang abstrak atau sesuatu yang ghaib.

Maka dari itu hal-hal yang berkaitan dengan apa yang ada dalam hati manusia tidak bisa kita nilai. Tetapi akhlak adalah sesuatu yang bisa disaksikan manusia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mendidik akhlak manusia dengan mengutus dan mengirim seorang Nabi dari kalangan mereka. Yaitu dari bangsa manusia, supaya mereka bisa menirunya. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan di dalam Al-Qur’an:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّـهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

Sungguh pada diri Nabi itu terdapat suri teladan (panutan) yang baik.” (QS. Al-Ahzab[33]: 21)

Download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini..

Download mp3 Kajian

Lihat juga: Cara Mendidik Anak dan Pentingnya Mencetak Generasi Rabbani


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48954-menanamkan-akhlak-mulia-pada-anak/